Pada tahun 2023, pemerintah melalui proses legislatif resmi menetapkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengatur berbagai aspek terkait dengan pegawai negeri dan reformasi birokrasi.
Pengesahan UU ASN 2023 oleh Pemerintah telah menjadi momen penting yang dinanti-nantikan oleh para tenaga honorer di seluruh Indonesia.
Ini menandai awal dari perubahan besar dalam pengaturan dan pengelolaan ASN (Aparatur Sipil Negara) di Indonesia, termasuk juga untuk para tenaga honorer yang telah lama menunggu kepastian status kepegawaian mereka.
Tenaga Honorer Diangkat Jadi PPPK
UU ASN 2023 menjadi pijakan hukum yang kokoh, memberikan arah yang lebih jelas bagi penataan honorer dan menetapkan batasan yang lebih tegas dalam proses pengangkatan mereka sebagai ASN melalui jalur PPPK 2024.
Meskipun terdapat kegembiraan atas pengesahan UU ASN 2023, namun tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa kategori tenaga honorer menghadapi tantangan yang signifikan dalam konteks ini.
Pengangkatan Tenaga Honorer Menuai Kontroversi
Langkah kontroversial yang dilakukan yaitu dengan pengesahan aturan yang mengecualikan kategori tenaga honorer dari pengangkatan PPPK pada tahun 2024. Salah satunya adalah para honorer yang tidak terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ini menjadi pukulan berat bagi mereka, karena keberadaan data yang valid dan terdaftar di BKN merupakan syarat mutlak untuk menjadi kandidat PPPK 2024.
Namun, data menunjukkan bahwa ada sekitar 3,38 juta honorer yang masih belum terdaftar secara resmi di BKN.
Langkah ini menimbulkan sorotan tajam dari berbagai pihak yang mengkritik kebijakan tersebut karena dianggap memberatkan para honorer yang telah lama berkontribusi dalam berbagai sektor pemerintahan tanpa jaminan kepastian status dan hak-hak yang setara dengan pegawai negeri.
UU ASN 2023 merupakan tonggak penting dalam reformasi birokrasi di Indonesia. Salah satu poin utamanya adalah pengenalan PPPK sebagai alternatif pengangkatan pegawai yang lebih fleksibel, khususnya untuk posisi yang tidak memerlukan jabatan struktural.
PPPK dianggap sebagai solusi untuk mengatasi ketimpangan dan memberikan peluang kerja yang lebih adil bagi para honorer yang selama ini bekerja dengan status yang tidak jelas.
Namun, ketika aturan pelaksanaan PPPK diumumkan, terjadi kekecewaan besar di kalangan tenaga honorer.
Pasalnya, kategori tenaga honorer tersebut justru tidak dimasukkan dalam daftar yang memenuhi syarat untuk diajukan sebagai calon PPPK pada tahun 2024.
Meskipun beberapa kelompok tenaga honorer telah berjuang dan berharap agar status mereka diakui melalui jalur PPPK, keputusan ini memberikan pukulan telak bagi harapan mereka.
Alasan di balik pengecualian ini berkisar pada kebutuhan akan keamanan dan stabilitas kepegawaian dalam pemerintahan.
Pemerintah berpendapat bahwa masuknya tenaga honorer ke dalam sistem PPPK dapat menimbulkan kerumitan administratif dan risiko ketidakstabilan tenaga kerja di sektor publik.
Selain itu, keberadaan honorer dengan status yang belum jelas dapat memberikan celah bagi praktik korupsi dan nepotisme.
Meskipun demikian, keputusan ini mendapat kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk dari organisasi dan advokat tenaga honorer.
Mereka menilai pengecualian ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap hak-hak mereka yang telah lama terpinggirkan.
Menurut mereka, para honorer telah memberikan kontribusi nyata dalam pelayanan publik dan seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum.
Selain itu, penolakan terhadap kebijakan ini juga datang dari kalangan akademisi dan pengamat kebijakan publik.
Mereka mempertanyakan kesesuaian keputusan ini dengan semangat reformasi birokrasi yang seharusnya memberikan inklusivitas dan kesempatan yang adil bagi semua pihak.
Secara khusus, mereka menyoroti perlunya kebijakan yang lebih progresif dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan di sektor publik, termasuk penyelesaian status tenaga honorer.
Solusi Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi PPPK
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan BKN telah mengambil langkah-langkah proaktif, termasuk melakukan proses audit menyeluruh terhadap data tenaga honorer.
Tujuan dari audit ini adalah untuk memastikan bahwa data yang dimiliki BKN akurat dan valid, serta untuk mengidentifikasi tenaga honorer yang memenuhi syarat untuk menjadi kandidat PPPK 2024.
Proses ini menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa proses pengangkatan dilakukan secara adil dan transparan, tanpa adanya diskriminasi atau ketidakadilan terhadap siapapun.
Bagi para tenaga honorer yang belum terdaftar di BKN, proses audit ini juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk membuktikan keabsahan dan kelayakan mereka untuk menjadi ASN melalui jalur PPPK 2024.
Meskipun tantangan yang dihadapi mungkin besar, namun proses ini juga membuka peluang untuk memperbaiki dan mengklarifikasi status kepegawaian mereka, yang pada akhirnya dapat membawa keuntungan jangka panjang bagi mereka dan juga bagi sistem kepegawaian negara secara keseluruhan.
Dengan demikian, pengesahan UU ASN 2023 memang membawa harapan baru bagi para tenaga honorer, namun tantangan yang dihadapi juga tidak bisa dianggap remeh.
Penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa proses audit dilakukan dengan cermat dan adil, dan bahwa kepentingan semua pihak dipertimbangkan dengan baik.
Hanya dengan cara ini, sistem kepegawaian negara dapat menjadi lebih efisien, transparan, dan inklusif, menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik dan berkelanjutan bagi semua ASN di Indonesia.